Selepas bangku SMA barangkali seseorang melanjutkan
pendidikan menuju perguruan tinggi atau biasa disebut universitas, secara
otomatis mereka yang melanjutkan pendidikan pada jenjang itu di sebut
mahasiswa.
Dasarnya, menjadi seorang mahasiswa ialah keinginan setiap
insan dan sudah pasti bertujuan untuk menimba ilmu, pengembangan diri terutama
mengejar gelar dan ijazah. Bicara mngenai gelar dan ijazah sudah sesumbarnya
kita bangga dengan gelar, terlebih saat diwisuda. Namun dengan proses panjang
nan berbelit tak ayal kadang mereka ada yang putus asa, letih, hingga frustasi,
kembali pada diri masing-masing. Tapi, ada juga mereka yang bermimpi ingin ada
pada posisi diri sebagai mahasiswa terhenti hanya karena tak cukup biaya untuk
melanjutkan. Berfikir keras dem kelansungan hidp sudah pasti dihadapi, lantas
sudahkah kita dijamin untuk sebuah pendidikan yang memadai? Belum, mari
berfikir kritis kembali.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan
bangsa ini, dengan adanya insan yang terpelajar sudah pasti turut menyumbang
bagi kemajuan bangsa. Pendidikan menjadi solusi terbaik demi tercapai cita-cita
tersebut dan memiliki masyakat yang terpelajar ialah sebuah keharusan pada
zaman modern ini. Hingga jenjang teratas pada sebuah pendidikan kerap di kategorikan
pada pendidikan tinggi, mahasiswa menjadi pesertanya. Lalu, bagaimana harusnya
mahasiswa menyikapi berbagai hal yang terjadi pada bangsa ini? Yap, berfikir
kritis.
Baca juga : Idealisme tergadai nilai
Berfikir kritis erat hubungannya dengan mahasiswa, menjadi
penyambung lidah rakyat sepatutnya dilaksanakan. Kita pernah mendengar berbagai
aksi yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa, oknum, dan itu semua dilakukan
karena pemikiran yang kritis juga. Banyak sekali pergerakan yang mereka
lakukan, pergerakan yang mengatas namakan keadilan. Tak ayal ini semua terjadi
berkat adanya ketumpang tindihan dari berjalannya kekuasaan.
Saat hak-hak rakyat kurang terpenuhi, maka mereka yang
jiwanya terpanggil untuk membela selalu siap untuk melakukan pergerakan, sebut
saja saat BBM naik dan sebagainya, pergerakan menuntut keadilan selalu
terlaksana. Namun sudahkah selalu begitu?
Hari ini, mereka yang bangga dengan sebutan dan emble emble
mahasiswa kerap diam. Mementingkan diri sendiri hingga hanya ingin cepat lulus.
Akan tetapi tak semua begitu, meski terkadang pergerakan terasa sedikit
dibatasi barangkali itu hanya berkat kita terpapar radiasi bungkam. Namun tak
sepenuhnya salah mereka, kadang hal ini juga sebagai cara institusi menjaga
nama baiknya. Dengan mengedepankan teori, mengepres jadwal perkuliahan, tugas
yang seabrek kerap menjadi alas an bagi mahasiswa tak dapat berliterasi dengan
pergerak. Semuanya begitu? Tidak tergantung persepsi masing-masing.
Ribuan teori yang diberikan seumpama mengjebak pada waktu
yang terjadi hanya sebatas pembelajaran. Serasa menjadi seorang siswa, tak
jarang komunikasi terjadi hanya satu arah, bahkan dikelas mahasiswa juga kerap
hanya menjadi penonton saat dosen perlahan menjelaskan, dan yang parahnya
mahasiswa hanya dituntut mencatat apa yang tertera di depan. Ini semua terjadi?
Iya, itu terlihat sangat nyata kini.
Teori kosong kerap menjadi nyanyian indah, yang dahulu
frustasi berkat keadilan ta juga terealisasi, kini bahkan frustasi berkat
materi tak juga dimengerti. Diajarkan untuk membaca, menulis dan tidak untuk
berbicara.
Lantas sampai kapan semua ini terjadi, dengan diterapkan
komunikasi satu arah dan beban materi yang diluar batas, masih mampukah
mahasiswa berperan seperti seharusnya?
Memperbaiki mindset sudah pasti harus dilaksanakan, mengubah
cara pandang pada suatu hal hingga tidak kaku dengan beribu tugas yang
diterima. Satu hal yang sepatutnya harus selalu ditekankan, pemuda atau
mahasiswa merupakan salah satu agen perubahan. Dengan adanya mahasiswa yang
mampu bersaing di era teknologi, dan dengan adanya mahasiswa yang tetap kritis
meski kerap bergelut teori merupakan sebuah aset penentu kemajuan bangsa. Tetap
membela kepentingan rakyat, melaksanakan tridharma perguruan tinggi, merupakan
sebuah keharusan tanpa meninggalkan salah satunya. Inilah mahasiswa seutuhnya,
meski kini terjebak radiasi teori kosong, harusnya kita mampu berfikir kritis
sesuai tempat dan norma yang berlaku.